Selisih di Dunia Maya Berlanjut ke Dunia Nyata, Boru Siahaan dan Boru Simanjuntak Saling Lapor dan Akhirnya Berujung Damai
MEDAN-Berawal dari selisih paham di dunia maya (media sosial), Tersangka Susanti Siahaan dan saksi korban Elisabet Simanjuntak, sama-sama warga Balige Kabupaten Toba berlanjut di dunia nyata.
Jelang akhir bulan Mei 2024 lalu, sekira pukul 07.30 Wib di Jl. SM Raja Kel. Napitupulu Bagasan Kec. Balige Kab. Toba tepatnya di depan Toko UD. Djojor, telah terjadi penganiayaan yang dilakukan oleh Tersangka Susanti Siahaan kepada Korban Elisabet Simanjuntak.
Peristiwa penganiaayan tersebut bermula dari perselisihan antara Tersangka dan Korban di media sosial hingga berujung pada saat Tersangka yang sedang mengendarai sepeda motor melintas di depan Korban sambil berkata "Rojan" (dalam bahasa Batak adalah umpatan atau ejekan yang kasar artinya wanita tak beres).
Mendengar umpatan tersebut, Korban pun membalas dengan ucapan yang sama kepada Tersangka. Lalu Tersangka menghampiri Korban hingga terjadi pertengkaran mulut. Tersangka kemudian memukul dan melemparkan kunci sepeda motor Tersangka ke bagian pelipis mata sebelah kiri Korban, dilanjutkan dengan menjambak rambut dan mencakar kepala Korban, hingga kemudian antara Korban dan Tersangka saling adu kekerasan.
Masyarakat setempat melerai Tersangka dan Korban hingga akhirnya antara Tersangka dan Korban saling lapor. Korban melapor ke Polsek Balige sedangkan Tersangka melapor ke Polres Toba. Saat berkas perkara sampai ke tangan jaksa, digagaslah proses mediasi, baik Tersangka dan Korban akhirnya saling memaafkan dan sudah mencabut laporan atas peristiwa tersebut.
Perselisihan dan peristiwa penganiayaan di atas adalah salah satu dari dua perkara yang diajukan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH,MH yang diwakili Wakajati Sumut Rudy Irmawan, SH,MH didampingi Aspidum Imanuel Rudy Pailang, SH,MH kepada JAM Pidum Prof. Asep Nana Mulyana didampingi Direktur TP Oharda Nanang Ibrahim Soleh, SH,MH bersama para Koordinator dan Kasubdit dari ruang vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut Jalan AH Nasution Medan, Rabu (25/9/2024).
Menurut Kasi Penkum Kejati Sumut Adre W Ginting, SH,MH, ada dua perkara yang diajukan untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif berdasarkan Perja No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Restorative Justice.
Dua perkara tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri Nias Selatan An. Tsk Sendirian Ndruru melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a UU R.I. No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan dari Kejaksaan Negeri Toba Samosir An. Tsk. Susanti Siahaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.
"Dua perkara yang diajukan disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan humanis. Artinya, antara tersangka dan korban sudah bersepakat untuk berdamai dan menghentikan penuntutan perkaranya tidak sampai ke Pengadilan," katanya.
Dengan dilakukannya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, lanjut Adre W Ginting telah membuka ruang yang sah antara tersangka dan korban untuk mengembalikan keadaan ke semula. Dimana, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Proses penghentian penuntutan ini dilakukan secara berjenjang setelah memenuhi persyaratan utama seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 5 juta, tersangka dan korban ada kesepakatan untuk berdamai," tandasnya.
Lebih lanjut mantan Kasi Intel Kejari Binjai ini menyampaikan bahwa proses perdamaian antara tersangka dan korban juga disaksikan keluarga kedua belah pihak, penyidik dari kepolisian, tokoh masyarakat dan jaksa yang menangani perkaranya.
"Perdamaian antara tersangka dan korban menjadi salah satu alternatif penghentian penuntutan dengan humanis, perdamaian ini juga telah menciptakan harmoni ditengah-tengah masyarakat dan keadaannya dikembalikan seperti semula," tandasnya.