Mohsen Hasan Alhinduan
TOPIK ini sangat menarik sekali dan sarat manfaatnya terutama bagi orang yang memiliki impian hidup damai, tenang, sejahtera dan bahagia. Penulis menyadari begitu banyak dari kalangan budayawan,ilmuwan dan pakar sosiologi dan filsafat lainnya membahas tentang moderasi atau washatiyah yang mana istilah ini cukup dikenal, tapi masih saja ada kelompok-kelompok yang menentangnya.
Oleh : Mohsen Hasan Alhinduan
Kita sadar bahwa hidup damai itu adalah ketiadaan konflik baik konflik internal (di dalam diri, konflik batin) maupun konflik eksternal (diri dengan yang di luar diri). Konflik ini muncul karena ada pikiran, ucapan maupun tindakan yang tidak selaras dengan hukum alam semesta.
Namun perselisihan dalam kehidupan itu adalah masalah yang wajar, dengan adanya keberagaman disebabkan cara berpikir dan pemahaman setiap orang berbeda,maka diharapkan perselisihan dalam berpikir mampu menciptakan kecerdasan bukan menciptakan dendam dan permusuhan.
Tugas kita sebagai makhluk Allah Swt wajib berpikir dan berusaha mencari solusinya supaya adanya keberagaman itu merupakan kudrat ilahiyah yang harus disikapi dengan sikap berpikir untuk mencerdaskan bangsa dan mampu mempersatukan dan kesatuan bangsa masyarakat Indonesia khususnya dan bangsa dunia pada umumnya. Disini penulis mencoba membahas singkat dan padat tentang Moderasi (Washatiyah) Keragaman Untuk Menjaga Persatuan dan Kesatuan Umat Manusia.
Negara Indonesia adalah Negara Beragam (Majemuk) Marilah kita sekarang mengenal lebih dekat negara kita Indonesia dengan singkat. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan budaya, agama,suku dan bahasa yang sangat banyak, dengan memiliki kekhasan yang berbeda satu sama lain, dan ketika keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi satu bangsa, maka muncullah sikap pluralisme dan multikulturasisme yang akan mewujudkan sebuah keindahan dalam persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Luas negara kita Indonesia, panjangnya dari ujung barat hingga ke ujung timur dari Sabang sampai Merauke mencapai 5.120 kilometer kalau diperhitungkan jarak tempuhnya,seperti perjalanan seorang Indonesia naik haji dari Cengkareng menuju ke Jeddah,Saudi Arabia, dengan waktu tempuh penerbangan sekitar 10 hingga 12 jam lamanya.
Sedangkan panjang jarak dari selatan ke utara,lebih dari 1.700 km. Bayangkan, panjang pantai Indonesia sekitar 104.000 km, menduduki urutan nomor empat sebagai negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia.
Sementara luas daratan Indonesia lebih dari dua juta kilometer, dengan luas lautan hampir tiga kali lipatnya. Artinya dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan.
Negara kepulauan yang luas ini menumbuhkan kesadaran bagi seluruh bangsa Indonesia untuk menjaga dan melestarikan kekayaan dan keanekaragaman dari berbagai macam suku, bahasa,agama dan budaya agar tetap hidup dan berkembang menuju ke arah kesatuan bangsa, sesuai lambang garuda yang terpampang dan tertera sebagai semboyan bangsa kita yaitu Bhineka Tunggal Ika sekalipun berbeda-beda namun tetap bersatu.
KENAPA INDONESIA DISEBUT NEGARA KEPULAUAN
Indonesia disebut sebagai negara kepulauan karena jumlah pulaunya sangat banyak. Berbeda negara China yang wilayahnya berupa daratan luas, wilayah Indonesia terdiri atas pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil.Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.508.Berbeda kalau berdasarkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa jumlah pulau yang dimiliki Indonesia mencapai 17.001 pulau.
Data ini lebih sedikit jika dibandingkan data sebelumnya. Namun, satu kesamaannya adalah jumlah pulau di Indonesia sudah lebih dari 17.000. Sekalipun jumlah kepulauan di Indonesia mencapai belasan ribu jumlah pulau yang berpenghuni hanya sekitar 30%-35% saja. Pulau-pulau lainnya berupa pulau kosong tak berpenghuni.Tidak semuanya pulau-pulau berisi penduduk ada juga pulau-pulau yang tidak dihuni oleh penduduk alias kosong dari manusia, dari banyaknya pulau terdapat lima pulau besar atau pulau utama, yakni Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Selain itu, ada juga pulau atau kepulauan yang secara ukuran tidak terlalu besar tetapi sangat terkenal seperti Pulau Bali,Pulau Lombok, Pulau Belitung, Kepulauan Maluku, Kepulauan Halmahera, dan lain-lain.
INDONESIA DISEBUT NEGARA KESUKUAN
Menurut Badan Statistik Indonesia memiliki jumlah suku sekitar 1340 suku bangsa.Data tersebut merupakan sebuah data yang dimana diambil dari oleh lembaga pemerintah itu sendiri yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimana pengambilan data tersebut dilakukan pada tahun 2010. Kemudian, dari jumlah total 1340 suku bangsa tersebut, suku bangsa terbesar adalah suku Jawa yang dimana terbesar di Indonesia dengan suku Jawa tersebut memiliki jumlah populasi sebanyak 41% dari jumlah populasi yang ada di Indonesia, selain itu suku Jawa biasanya berada di pulau Jawa dan juga tersebar ke seluruh Indonesia dan juga luar negeri.Jumlah suku terbesar adalah suku Jawa,suku Sunda,suku Batak,suku Sulawesi dan suku Madura.
ADA BERAPA BAHASA DI INDONESIA
Disamping itu, banyak penduduk dikepulauan yang disebutkan tadi memiliki alat komunikasi dengan bahasa dan dialek berbeda dari masing-masing suku sehingga negeri kita memiliki bahasa daerah dan dialek terbesar di dunia setelah Papua Nugini sebanyak 718 bahasa daerah sedangkan Papua Nugini 840 bahasa daerah .Informasi berdasarkan data dari Badan Bahasa Kemendikbud RI, jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 718 bahasa. Dari 718 bahasa daerah tersebut, sebanyak 90 persen tersebar di wilayah Indonesia timur.Sebanyak 428 di Papua, 80 di Maluku, 72 di Nusa Tenggara Timur, dan 62 di Sulawesi.Begitu juga berdasarkan data dari Ethnologue tercatat bahwa negara Indonesia mempunyai 726 bahasa yang tersebar di berbagai etnis atau suku di semua daerah Indonesia.
Dari ratusan bahasa daerah tersebut, hanya terdapat 10 bahasa paling populer di Indonesia.
1.Bahasa Jawa
2.Bahasa Sunda
3.Bahasa Madura
4.Bahasa Minangkabau
5.Bahasa Betawi
6.Bahasa Musi
7.Bahasa Bugis
8.Bahasa Banjar
9.Bahasa Aceh
10.Bahasa Bali(²)
INDONESIA NEGARA KAYA BUDAYA
Menurut Ralp Linton, Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku. Serta pengetahuan, menggambarkan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat maupun sekelompok anggota tertentu.
Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, apakah pengertian budaya..? Kata budaya itu sendiri adalah suatu bahasa yang berasal dari dua bahasa yakni sansekerta, dan Inggris. Menurut bahasa sansekerta kata budaya berarti buddhayah yang artinya bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan menurut bahasa Inggris budaya dikenal dengan kata culture yang berasal dari bahasa latin yaitu colere yang memiliki arti yaitu mengolah atau mengerjakan.Jadi budaya merupakan pola atau cara hidup yang berkembang oleh sekelompok orang, kemudian diturunkan pada generasi selanjutnya.
Budaya itu terbentuk dari beberapa unsur yang rumit. Diantaranya yaitu adat istiadat, bahasa, karya seni, sistem agama dan politik. Bahasa sama halnya dengan budaya, yakni suatu bagian yang tak terpisahkan dari manusia.Oleh sebab itu, banyak dari sekelompok orang cenderung menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang diwariskan secara genetis. Seseorang dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki budaya berbeda dan menyesuaikan perbedaan di antara mereka,membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.
Effat Al-Syarqawi mendefinisikan budaya dari pandangan agama islam, Budaya merupakan suatu khazanah sejarah sekelompok masyarakat yang tercermin di dalam kesaksian dan berbagai nilai yang menggariskan bahwa suatu kehidupan harus memiliki makna dan tujuan rohani. Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok ...maka dari itu disimpulkan bahwa kebudayaan itu dapat berfungsi sebagai
1.Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok.
2.Juga sebagai wadah untuk mengakurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya.
3. Pembimbing kehidupan manusia.
4. Pembeda antar manusia dan binatang.
ADA BERAPA JUMLAH BUDAYA DI INDONESIA
Berdasarkan keterangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud) telah mencatat, karya budaya yang telah ditetapkan menjadi warisan budaya takbenda Indonesia tercatat sejumlah 1.239 hingga 2020. Budaya takbenda meliputi seni pertunjukkan, tradisi dan ekspresi lisan, adat istiadat, pengetahuan alam, kerajinan, dan perayaan.Secara rinci, tahun 2013-2016 ada sejumlah 444 warisan budaya takbenda, tahun 2017 sejumlah 150, tahun 2018 sejumlah 225, tahun 2019 sejumlah 267, serta ada 153 warisan budaya takbenda di tahun 2020.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia melakukan pencatatan dan penetapan daftar warisan budaya takbenda. Per November 2022, terdapat 11.622 warisan budaya yang dicatat dan 1.728 di antaranya telah ditetapkan.
Negara Indonesia seperti yang sudah dijelaskan diatas tadi bukan hanya memiliki kekayaan alam, hutan,lautan dan pegunungan, tetapi memiliki kekayaan budaya, bahasa, suku, ras,agama serta aliran kepercayaan.Sebagai keajaiban bagi kita dan dunia Allah Swt memberi kepada negeri kita mampu mempersatukan rakyatnya dengan berbahasa Indonesia bahasa kesatuan dan persatuan, beridiologi Pancasila, berlambang Garuda dan bersemboyankan Binneka Tunggal Ika artinya Berbeda-beda tapi tetap bersatu jua.
BERAPA PENDUDUK NEGARA INDONESIA
Menurut situs statistik real time Worldometers, jumlah penduduk di dunia mencapai 8,1 miliar jiwa pada 27 Mei 2024. Pada tahun ini, laju pertumbuhan populasi di dunia sekitar 0,91% per tahun. Sementara Indonesia berada pada peringkat ke 4 penduduk terbanyak didunia setelah Amerika Serikat yaitu 279,58 juta jiwa.
Mengacu data demografis, memang benar bahwa penduduk Indonesia mayoritas muslim saat ini mencapai 229,62 juta jiwa atau sekitar 87,2% dari total populasi Indonesia yang berjumlah 269,6 juta jiwa, ada 20,65 juta penduduk Indonesia yang memeluk agama Kristen hingga akhir tahun 2022. Jumlah itu setara 7,43% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 277,75 juta jiwa.Katolik menjadi agama terbesar ketiga di Indonesia. Menurut data Kementerian Dalam Negeri RI (Kemendagri), sebanyak 8,5 juta penduduk Indonesia memeluk agama Katolik hingga akhir tahun 2022. Jumlah itu setara 3,06% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 277,75 juta jiwa.
Dalam sensus resmi yang dilirik oleh Kementerian Dalam Negeri RI tahun 2021, penduduk Indonesia berjumlah 273,32 juta jiwa dengan 86,93% beragama Islam, 10,55% Kristen (7,47% Kristen Protestan, 3,08% Kristen Katolik), 1,71% Hindu, 0,74% Buddha, 0,05% Konghucu, dan 0,03% agama lainnya.(?)
Sejarah Keanekaragaman Agama di Indonesia terjadi disaat para pedagang asing sebelum kemerdekaan Republik Indonesia ini berdatangan berdagang sambil menyebarkan ajaran agamanya seperti orang-orang dari India beragama Hindu mengajarkan kepada masyarakat ajaran agamanya dan begitu juga orang Eropah beragama Kristen, dan para pedagang dari Arab menyebarkan ajaran Islam bahkan menikahi warga pribumi sehingga tersebarlah ajaran Islam.Disini akan diperjelas lagi keberagaman Agama di Indonesia.
ASAL USUL KEANEKARAGAMAN AGAMA DI INDONESIA
Keanekaragaman agama di Indonesia tercipta karena sejarah yang panjang. Sebelum kedatangan Islam, Kristen, Hindu,Budha dan Konghucu ada agama lokal jumlahnya banyak sekali.
Menurut Kuntjaraningrat, dalam bukunya Kebudayaan, Mentaliteit dan Pembangunan (1974) bahwa pernah ada di Indonesia sekitar 245 agama lokal, karena tidak diakuinya agama lokal muncul anggapan bahwa orang Indonesia tidak beragama hanya aliran kepercayaan seperti Animisme dan Dinamisme saja sebelum abad pertama.
Sementara saat ini Indonesia hanya mengakui enam agama. Di luar agama-agama itu, hanya dianggap aliran kepercayaan dan kebatinan saja, termasuk agama lokal.
Dalam buku pelajaran di sekolah disebutkan bahwa sebelum kedatangan agama-agama dari luar,hanya disebutkan aliran kepercayaan seperti Animisme dan Dinamisme saja- Dinamisme merupakan kepercayaan terhadap benda dianggap memiliki kekuatan ghaib, seperti pohon beringin, keris, patung. Sedangkan animisme merupakan kepercayaan tentang arwah nenek moyang yang suatu saat akan menjumpai mereka. Dan totemisme percaya bahwa hewan tertentu dianggap suci, seperti ular, harimau, sapi.
Buku pelajaran sejarah yang beredar di sekolah tak menyebut dengan jelas agama-agama asli Indonesia. Menurut pakar ahli sejarah bahwa jauh sebelum era kemerdekaan, Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah, khususnya rempah-rempah.Hal ini membuat pedagang-pedagang dari bangsa lain, mulai dari China, India,Arab Gujarat, hingga Eropa ingin datang ke Indonesia.
Mulanya, mereka mencari sumber rempah-rempah untuk dijadikan bahan produksi, meski kemudian terjadi penjajahan karena ingin menguasai kekayaan alam Indonesia.
Selain itu, ada pula yang ingin berdagang dan mencari keuntungan saja. Namun ternyata, para pedagang dan pendatang ini juga membawa budaya mereka ke Indonesia, termasuk agama.
Agama Hindu dan Buddha misalnya, dibawa oleh para pedagang dari India yang sudah lama berdagang di Indonesia. Sementara agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Gujarat,Arab dan Persia sejak abad ke-13.Sedangkan agama Kristen dan Katolik dibawa oleh para pendatang dari Eropah dan Konghucu dibawa oleh para pedagang dari China.
Ajaran agama tersebut pun menyebar ke masyarakat hingga akhirnya ikut dianut. Alhasil, terciptalah keberagaman agama di Indonesia. Di era kemerdekaan, para pendiri bangsa pun mengakui adanya perbedaan agama dan keyakinan di masyarakat.Bahkan, mereka ingin keberagaman ini menjadi identitas bangsa, sehingga dituangkan dalam Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi Indonesia
Hal ini pun tertuang dalam sila ke-1 Pancasila yang berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Begitu pula dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945 ayat 1 yang berbunyi 'Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa'.
Bahkan, negara memberikan jaminan terhadap keanekaragaman agama di dalam negeri melalui UUD RI 1945 Pasal 29 yang menyatakan 'Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu'.
MODERASI KEBERAGAMAN
Moderasi menurut bahasa Indonesia adalah mempunyai dua arti yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran ke-ekstreman jadi moderasi dapat diartikan sebagai Jalan Tengah. Dalam bahasa Inggris “moderation”, yang berarti sikap sedang atau sikap tidak berlebih-lebihan. Asal usulnya berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an, tidak kelebihan, dan tidak kekurangan, alias seimbang.
Menurut bahasa Arab washatah atau washatiyah artinya pertengahan orangnya disebut waashith, atau tawazun artinya keseimbangan bukan tasaahul ( mengentengkan,lebiral) atau tashaddud ( radikal , taàshshub). Banyak juga orang menyebut moderat artinya menghindarkan dari hal yang ekstrim, keras atau berlebihan, sementara moderasi tidak keras dan tidak ekstrim.
Perbedaan Moderasi dan Moderat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata moderasi mengandung dua pengertian yaitu 1. Pengurangan kekerasan, dan 2. Penghindaran keekstreman, sedangkan kata moderat adalah selalu menghindarkan perilaku yang ekstrem dan berkecenderungan ke arah dimensi jalan tengah.Moderasi itu netral disaat berada dilingkungan beragam dan moderasi keberagaman adalah moderasi dalam beragama merupakan cara pandang dan perilaku dalam hal keyakinan, moral dan watak yang mengedepankan keseimbangan di tengah keberagaman dan kebhinekaan yang melingkupinya.
Seorang pakar Dr.Joni Tapingku,M.Th berpendapat bahwa kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata “moderat, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.
Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga.
Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Berarti kata “moderasi” bisa disandingkan dengan kata “beragama”,berbudaya, bahasa, maka menjadi moderasi beragama,moderasi bahasa,moderasi budaya,maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik hidup beragama, berbudaya, berbahasa dan bersuku. Gabungan kata moderasi kepada kata lain itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama, budaya,bahasa dan kesukuan sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Membahas hakikat kata moderasi (washatiyah) menurut Prof.Dr.Muh Quraish Shihab dalam karyanya "Washatiyah wawasan Islam tentang Moderasi Beragama" perlu digarisbawahi terlebih dahulu bahwa Islam itu sendiri adalah moderasi -yakni semua ajarannya bercirikan moderasi karena itu penganutnya juga harus bersikap moderat.Ia mesti moderat dalam pandangan dan keyakinannya,moderat dalam pemikiran dan perasaannya, moderat dalam keterikatan-keterikatannya. Begitu juga pendapat tokoh muslim Ikhwan Muslimin dalam buku tafsirnya Fi dhilalil Quran Sayyid Quthub (1902-1966M) ketika menafsirkan kandungan makna QS.AlBaqarah (2) : 143.
Berdasarkan apa yang dikemukakan tadi ,tidaklah mudah mendifinisikan moderasi yang dimaksud oleh ajaran Islam akibat luasnya cakupan ajaran itu.Apalagi istilah moderasi ini relatif baru populer , khususnya setelah menyebarnya aksi-aksi radikalisme dan ekstremisme walau washatiyah itu pada hakikatnya telah melekat pada ajaran Islam sejak disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, adalah kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu.
Istilah terutama moderasi beragama adalah merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah pelbagai desakan ketegangan (constrains), seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama, juga antara radikalisme dan sekularisme. Komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan, pada gilirannya, mengimbasi kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa dan agama bahkan budaya ( adat istiadat ) setiap warganegara Indonesia wajib memiliki sikap dan pemikiram yang moderat dengan ciri-ciri moderasi beragama yang harus dimiliki dalam diri seseorang yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan menghargai budaya.
Menurut Kementrian Agama dimensi moderasi beragama adalah empat hal, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Bagaimana cara menyikapi sesuatu seorang yang moderat harus mampu menunjukkan dirinya sebagai makhluk yang merasa kurang pengetahuannya, sehingga ingin tetap belajar.Dia harus rendah hati ketika berbicara dengan orang lain. Dia tidak boleh merasa paling benar, termasuk dalam hal pemahaman keagamaan.Kemajmukan negara Indonesia ini terdiri dari ber anekaragam suku,agama,bahasa dan budaya.
SIKAP MASYARAKAT INDONESIA PLURALIS,MODERAT DAN AKOMODATIF
Terbukti negara Indonesia masyarakatnya berideologi berkeTuhanan YME, Pancasilais hidup dalam keberagaman , multikulturalisme, prularisme, bertoleransi dan washatiyah (moderat). Salah satu sikap bangsa kita adalah Pluralisme selalu dikampanyekan oleh Gus Dur dan istilah itu pengertiannya sangat luas dan memiliki batasan-batasan disesuaikan atau menurut dengan pandangan dan keyakinan masing-masing.
Pluraisme menurut kamus Teologi yang ditulis oleh Gerald O'Collins dan Edward Farrugia,adalah pandangan filosofis yang tidak mereduksi segala sesuatu pada satu prinsip terakhir, tetapi menerima adanya keragaman.Didalam buku Pluralisme dan Multikultural dalam Prasejarah Indonesia, Truman Simanjuntak menjelaskan bahwa pada dasarnya pluralisme memliki makna yang sama dengan multikulturalisme, yakni kemajemukan dan keanekaragaman. Dengan begitu, pluralisme sangat dekat dengan kehidupan kita, terutama dalam kehidupan sosial.
Terdapat berbagai macam jenis faktor yang memengaruhi puralisme kehidupan sosial di Indonesia, di antaranya kondisi geografis, kondisi alam, kegiatan ekonomi, dan sebagainya.
Contoh pluralisme di Indonesia, yaitu:
1. Pluralisme Agama
Masyarakat Indonesia memeluk dan menghayati beragam agama dan kepercayaan. Ada enam agama besar di Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Dengan begitu, pluralisme agama bisa dilihat pada tempat ibadah, tradisi, dan cara ibadah tiap agama yang berbeda-beda.
2. Pluralisme Budaya
Secara umum, budaya bisa diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat, dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan suatu kelompok masyarakat. Setiap kelompok masyarakat di Indonesia memiliki ciri khas budaya yang dipengaruhi oleh perbedaan geografis dan kondisi alam, serta perbedaan agama atau kepercayaan.
3. Pluralisme Suku Bangsa.
Dikutip dari situs Kominfo, berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340 suku bangsa yang tersebar di seluruh Tanah Air. Perbedaan suku yang ada di Indonesia tentu tidak terlepas dari faktor sejarah nenek moyang Indonesia.
Melihat contoh-contoh di atas, Franz Magnis Suseno dalam bukunya berjudul Kebangsaan Demokrasi Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual berpendapat, pluralisme memiliki salah satu nilai penting, yaitu toleransi.
Toleransi yang dimaksud adalah kesediaan dan kemampuan psikis untuk hidup berdampingan dengan masyarakat lain yang berbeda suku, adat, bahasa, dan agama. Toleransi dalam pluralisme diperlukan untuk menghindari konflik dan perpecahan di masyarakat.
Moderasi terhadap keanekaragaman di negara Indonesia yang majmuk ini merupakan tuntutan terutama bagi setiap orang yang beragama dan berkeTuhanan yang Esa, apalagi seorang muslim yang diperintahkan didalam alQuran disebutkan pada ayat alhujaraat 13 yang artinya :" wahai umat manusia sesungguhnya kami menciptakan kalian berbeda-beda seperti yang disebutkan dalam ayat dibawah ini:"
??? ???????? ???????? ?????? ????????????? ???? ?????? ?????????? ??????????????? ???????? ??????????? ????????????? ? ????? ???????????? ?????? ??????? ??????????? ? ????? ??????? ??????? ???????
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
?????????? ??? ????....
Sesungguhnya kami ciptakan kalian umat yang bersikap washat (moderat)alBaqarah 2: 143 (¹²)
BAGAIMANA SIKAP KITA
Sikap kita terhadap perbedaan keyakinan tidaklah menganggap diri kita paling benar menghindari dari perselisihan yg tidak cerdas, menyikapi dengan cara menghindari klaim kebenaran keagamaan eksklusif (exclusivist religious truth claim), klaim bahwa kebenaran dan keselamatan hanya pada dirinya dan kelompoknya saja.
Menghindari sikap semacam ini, menurutnya didasarkan pada Q.S. Al-Baqarah: 111-113
Dan mereka berkata, ‘Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani.’ Itulah cita-cita mereka. Katakanlah, ‘Bawalah buktimu jika kamu orang yang jujur.’”[ Surat Al-Baqarah : 111 ]
Ya, siapa pun yang menundukkan wajahnya kepada Allah dan menjadi orang yang berbuat baik, maka dia akan mendapat pahala di sisi Tuhannya, dan tidak ada rasa takut atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati.(112)
" Dan orang-orang Yahudi berkata, “Orang-orang Nasrani tidak berdasarkan apa pun,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Orang-orang Yahudi tidak berdasarkan apa pun,” sambil mereka membaca Kitab Suci katakanlah, maka Allah akan memutuskan di antara mereka pada hari kiamat mengenai apa-apa yang mereka berselisih padanya.AlBaqarah (1): 113)
Ayat tesebut diatas menjelaskan bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw sekolompok Yahudi dan Nasrani bertikai di hadapan beliau dan masing-masing meyakini kebenaran dan keselamatan eskatologis hanya pada diri mereka.
Pertikaian ini lalu dilerai oleh beliau dengan mengemukakan wahyu Allah tersebut, yang intinya adalah: (1) exclusivist truth claim ini tidak didasarkan pada kitab suci mereka masing-masing, dan (2) yang akan selamat adalah man aslama wajhahulillahi wa-huwa muhsinun (semua orang yang tunduk kepada Allah dengan cara tidak menyekutukannya dengan yang lain dan berbuat baik).
Secara umum, sikap moderat dalam Islam memiliki karakternya sendiri yaitu: tidak saling menyalahkan, tidak merasa paling benar sendiri, serta mau berdialog. (3) karakter ini merupakan bukti bahwa perbedaan yang diberikan oleh Allah SWT adalah anugrah
Disebutkan dalam hadist Nabi Muhammad saw :" Tidaklah keutamaan bagi bangsa Arab atas orang asing (àjam),dan tidaklah juga keutamaan bagi orang àjam (asing) atas orang Arab, atau orang kulit putih atas orang kulit hitam, dan juga orang kulit hitam atas orang kulit putih melainkan dengan ketakwaannya -kepada Allah Swt-semua manusia adalah anak Adam dan Adam sendiri berasal dari tanah.(hadist).
BAGAIMANA MODERASI KEBERAGAMAN MENCIPTAKAN KESATUAN DAN PERSATUAN BANGSA
Ideologi negara kita, Pancasila, sangat menekankan terciptanya kerukunan antarumat beragama. Indonesia bahkan menjadi contoh bagi bangsa-bangsa di dunia dalam hal keberhasilan mengelola keragaman budaya dan agamanya., serta dianggap berhasil dalam hal menyandingkan secara harmoni cara beragama sekaligus bernegara. Konflik dan gesekan sosial dalam skala kecil memang kerap terjadi, namun kita selalu berhasil keluar dari konflik, dan kembali pada kesadaran atas pentingnya persatuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa besar, bangsa yang dianugerahi keragaman oleh Sang Pencipta.
Namun demikian, kita harus tetap waspada. Salah satu ancaman terbesar yang dapat memecah belah kita sebagai sebuah bangsa adalah konflik berlatar belakang agama, terutama yang disertai dengan aksi-aksi kekerasan. Mengapa? Karena agama, apa pun dan di mana pun, memiliki sifat dasar keberpihakan yang sarat dengan muatan emosi, dan subjektivitas tinggi, sehingga hampir selalu melahirkan ikatan emosional pada pemeluknya. Bahkan bagi pemeluk fanatiknya, agama merupakan “benda” suci yang sakral, angker, dan keramat. Alih-alih menuntun pada kehidupan yang tenteram dan menenteramkan, fanatisme ekstrem terhadap kebenaran tafsir agama tak jarang menyebabkan permusuhan dan pertengkaran di antara mereka.
Konflik berlatar agama ini dapat menimpa berbagai kelompok atau mazhab dalam satu agama yang sama (sektarian atau intraagama), atau terjadi pada beragam kelompok dalam agama-agama yang berbeda (komunal atau antaragama). Biasanya, awal terjadinya konflik berlatar agama ini disulut oleh sikap saling menyalahkan tafsir dan paham keagamaan, merasa benar sendiri, serta tidak membuka diri pada tafsir dan pandangan keagamaan orang lain.
Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam seperti digambarkan di atas, kita membutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama, menghargai keragaman tafsir, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan tindak kekerasan.
TIGA ALASAN UTAMA KITA BUTUH MODERASI AGAMA
Mengapa kita perlu moderasi beragama..?Apakah moderasi keberagaman agama akan menimbulkan kelompok yang exclusivisme atau inklusivisme ? Fanatisme dan menyesatkan kelompok yang lain..?
Melihat kondisi keberagaman agama di
Indonesia maka dibutuhkan moderasi beragama berdasarkan tiga alasan utama yaitu :"
??Alasan pertama adalah salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Allah Swt, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa misi damai dan keselamatan. Untuk mencapai itu, agama selalu menghadirkan ajaran tentang keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkan bahwa menjaga nyawa manusia harus menjadi prioritas; menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghilangkan nyawa keseluruhan umat manusia.Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.Orang yang ekstrem tidak jarang terjebak dalam praktik beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang beragama dengan cara ini rela merendahkan sesama manusia “atas nama Tuhan”, padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.
Sebagian manusia sering mengeksploitasi ajaran agama untuk memenuhi kepentingan hawa nafsunya, kepentingan hewaninya, dan tidak jarang juga untuk melegitimasi hasrat politiknya. Aksiaksi eksploitatif atas nama agama ini yang menyebabkan kehidupan beragama menjadi tidak seimbang, cenderung ekstrem dan berlebih-lebihan. Jadi, dalam hal ini, pentingnya moderasi beragama adalah karena ia menjadi cara mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya.
Alasan kedua, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manusia semakin bertambah dan beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beraneka warna kulit, tersebar di berbagai negeri dan wilayah. Seiring dengan perkembangan dan persebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan tersebar. Karya-karya ulama terdahulu yang ditulis dalam bahasa Arab tidak semuanya lagi memadai untuk mewadahi seluruh kompleksitas persoalan kemanusiaan.
Teks-teks agama pun mengalami multitafsir, kebenaran menjadi beranak pinak; sebagian pemeluk agama tidak lagi berpegang teguh pada esensi dan hakikat ajaran agamanya, melainkan bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versi yang disukainya, dan terkadang tafsir yang sesuai dengan kepentingan politiknya. Maka, konflik pun tak terelakkan. Kompleksitas kehidupan manusia dan agama seperti itu terjadi di berbagai belahan dunia, tidak saja di Indonesia dan Asia, melainkan juga di berbagai belahan dunia lainnya. Konteks ini ya menyebabkan pentingnya moderasi beragama, agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama.
Alasan yang ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan. Sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Indonesia disepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya.
Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan adat-istiadat lokal, beberapa hukum agama dilembagakan oleh negara, ritual agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai.
Itulah sesungguhnya jati diri Indonesia, negeri yang sangat agamis, dengan karakternya yang santun, toleran, dan mampu berdialog dengan keragaman. Ekstremisme dan radikalisme niscaya akan merusak sendi-sendi keindonesiaan kita jika dibiarkan tumbuh berkembang. Karenanya, moderasi beragama amat penting dijadikan cara pandang.
Selain itu juga moderasi beragama sesungguhnya merupakan kebaikan moral bersama yang relevan tidak saja dengan perilaku individu, melainkan juga dengan komunitas atau lembaga.
Terbukti Kesamaan nilai moderasi ini pula yang kiranya menjadi energi pendorong terjadinya pertemuan bersejarah dua tokoh agama besar dunia, Paus Fransiskus dengan Imam Besar Al Azhar, Syekh Ahmad el-Tayyeb, pada 4 Februari 2019 lalu. Pertemuan tersebut menghasilkan dokumen persaudaraan kemanusiaan (human fraternity document), yang di antara pesan utamanya menegaskan bahwa musuh bersama kita saat ini sesungguhnya adalah ekstremisme akut (fanatic extremism),hasrat saling memusnahkan (destruction),perang (war), intoleransi (intolerance), serta rasa benci (hateful attitudes) di antara sesama umat manusia,yang semuanya mengatasnamakan agama.
Sebagai negara yang plural dan multikultural, konflik berlatar agama sangat potensial terjadi di Indonesia. Kita perlu moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun kehidupan secara keseluruhan.
TUDUHAN TERHADAP GERAKAN MODERASI,PLURALISME DAN TOLERANSI
Moderat sering disalahpahami dalam konteks beragama di Indonesia. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti-tidak teguh pendirian, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agamanya. Moderat disalahpahami sebagai kompromi keyakinan teologis beragama dengan pemeluk agama lain.
Seorang yang moderat seringkali dicap tidak paripurna dalam beragama, karena dianggap tidak menjadikan keseluruhan ajaran agama sebagai jalan hidup, serta tidak menjadikan laku pemimpin agamanya sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupan. Umat beragama yang moderat juga sering dianggap tidak sensitif, tidak memiliki kepedulian, atau tidak memberikan pembelaan ketika, misalnya, simbol-simbol agamanya direndahkan.
Anggapan keliru lain yang lazim berkembang di kalangan masyarakat adalah bahwa berpihak pada nilai-nilai moderasi dan toleransi dalam beragama sama artinya dengan bersikap liberal dan mengabaikan norma-norma dasar yang sudah jelas tertulis dalam teks-teks keagamaan, sehingga dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, mereka yang beragama secara moderat sering dihadapkan secara diametral dengan umat yang dianggap konservatif dan berpegang teguh pada ajaran agamanya.
Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, atau lebih jauh malah menyalahkan sikap moderat.
Moderat dalam beragama sama sekali bukan berarti mengompromikan prinsip-prinsip dasar atau ritual pokok agama demi untuk menyenangkan orang lain yang berbeda paham keagamaannya, atau berbeda agamanya. Moderasi beragama juga bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius. Sebaliknya, moderat dalam beragama berarti percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama.
BAGAIMANA MENERAPKAN MODERASI
Moderasi beragama dianggap penting dalam rangka menghadapi realitas budaya hari ini yang beragama serta munculnya gerakan-gerakan ekstremisme dan radikalisme.penguatan sikap, cara pandang, dan praktik beragama dalam tataran individu, keluarga, berbangsa, dan bernegara. Pribadi seseorang yang ingin menerapkan moderasi beragama harus moderat terlebih dahulu sebelum mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai moderasi beragama pada orang lain.
Peningkatan kualitas layanan kehidupan beragama. Tujuan agama ialah memberikan kedamaian dan kesejahtreaan serta menjadikan hidup seseorang tenteram dan aman. Oleh karenanya,moderasi beragama harus memperkuat tujuan-tujuan keagamaan itu.
Pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan. Agama juga perlu terlibat aktif dalam pengembangan sumber daya manusia dan ekonomi para pemeluknya,"
Dalam konteks pendidikan Islam, guru hendaknya memiliki ciri-ciri yang menjadi ciri guru yang berintegritas dan moderat. Di antaranya tidak ekstrem baik kiri maupun kanan, menempatkan agama sebagai jalan hidup, tidak anti dengan perbedaan pandangan, menghidari sikap evaluatif dalam terhadap perbedaan, memandang perbedaan sebagai hal positif, memahami orang lain dan tidak merasa benar sendiri, serta senantiasa menebarkan Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Menanamkan dan menumbuhkan didalam diri kita bagaimana cara menghargai perbedaan, meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan dan pemahaman yang benar, Mengamalkan dan mempraktikkan Nilai-Nilai agama dengan tulus,selalu melakukan dan menciptakan dialog,menjaga sikap tenang tidak emosional dan tidak mudah terprovokasi, berusaha memberi dampak positif, bertutur kata dengan bahasa yang santun dan dan sikap yang lemah lembut dan menjaga keterbukaan antar sesama dan berpikir dan berhati besar the Magic of thinking Big.
Demikian ulasan tentang Moderasi Keberagaman dalam menciptakan persatuan dan kesatuan umat.(Bersambung)
Depok,18 Juni 2024
Mohsen Hasan Alhinduan
- Philosophy & Theology Alazhar University,Cairo 1990
- Jamiah Islam Sheikh Daud Al-Fathani University 2022
- Insaniah University,Colleg(KUIN)
- Director of Islamic Studies & Filsafat
- Indonesia Advisory Team ( UEA Bussiness)
- Indonesia Business Development Community (ABDC)
- Dewan Pakar Pusat Partai Nasdem
---------------------------------
Alquranul kariim
Hadist
Journal Moderation Dr.Joni Tapingku,M.Th
Washatiyah M.Quraish Shihab
Personality Plus, Dale Carnegie
The Magic of Thinking Big, Dale Carnegie,USA
Ralph Linton was an American anthropologist of the mid-20th century, particularly remembered for his texts The Study of Man and The Tree of Culture. One of Linton's major contributions to anthropology was defining a distinction between status and role.