Kuliah Umum UPH Medan Usung Topik Tentang Kajian Dominus Litis Dalam Penerapan Restorative Justice Demi Keadilan Korban Dan Efesiensi Peradilan

Yos A Tarigan, SH, MH (Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut) dengan tema 'Kajian Dominus Litis Dalam Penerapan Keadilan Restoratif" di Aula Kampus UPH Lippo Plaza Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (13/6/2025).

yudikatif

Kuliah Umum UPH Medan Usung Topik Tentang Kajian Dominus Litis Dalam Penerapan Restorative Justice Demi Keadilan Korban Dan Efesiensi Peradilan

Seminar Nasional yang digelar Universitas Pelita Harapan Medan menghadirkan narasumber Prof Teguh Prasetyo (Guru besar Fakultas Hukum UPH) dan Yos A Tarigan, SH, MH (Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut)
 

 

MEDAN-Seminar Nasional yang digelar Universitas Pelita Harapan Medan menghadirkan narasumber Prof Teguh Prasetyo (Guru besar Fakultas Hukum UPH) dan Yos A Tarigan, SH, MH (Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut) dengan tema 'Kajian Dominus Litis Dalam Penerapan Keadilan Restoratif" di Aula Kampus UPH Lippo Plaza Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (13/6/2025).

Seminar nasional yang diikuti puluhan mahasiswa Fakultas Hukum UPH Medan dipandu oleh moderator Andy Tonggo Michael Sihombing, SH,MAP diawali dengan pengantar dan memperkenalkan kedua pembicara.

Pemateri pertama Prof Teguh Prasetyo selaku guru besar Fakultas Hukum UPH menyampaikan beberapa hal terkait dengan kewenangan jaksa dalam kajian dominus litis, dimana jaksa dalam penanganan perkara memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara dengan menerapkan Perja No. 15 Tahun 2020. Dimana, dengan penerapan Perja ini, jaksa sebagai pengendali perkara bisa melakukan mediasi dan mendamaikan tersangka dengan korbannya yang tujuannya adalah untuk mengembalikan keadaan ke keadaan semula.

"Saya sering diundang sebagai dosen tamu sampai ke luar negeri untuk menyampaikan kajian tentang keadilan restoratif yang diterapkan oleh Kejaksaan. Negara-negara luar sangat mengapresiasi penegakan hukum yang mengedepankan hati nurani dalam penyelesaian sebuah perkara, dimana Jaksa sebagai pengendali perkara lebih melihat kepada esensi sebuah perkara, lebih melihat proses terjadinya perkara tersebut," paparnya.

Lebih lanjut Prof Teguh Prasetyo yang juga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyampaikan bahwa menjawab tantangan zaman yang terus berkembang, upaya penegakan hukum saat ini mencoba mengembangkan konsep keadilan yang bermartabat, yang dalam bahasa Inggrisnya, dignified justice, yaitu keadilan yang memanusiakan manusia.

Konsep ini berulang kali disosialisasikan Teguh, bahkan hingga ke luar negeri. Berbagai tulisan soal keadilan bermartabat mengacu pada sila kedua Pancasila, “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Teguh menilai konsep keadilan bermartabat salah satu contohnya adalah penegakan hukum dengan menerapkan keadilan restoratif. 

"Penegakan hukum keadilah restoratif sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, contoh di suku Batak ada namanya Raja Bius, yang siap menyidangkan sebuah tindak pidana atau perbuatan melawan hukum. Dimana Raja Bius yang menentukan hukumannya agar hubungan kekerabatan dan kekeluargaan tetap terjaga." paparnya.

Sementara Yos A Tarigan selaku Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut menyampaika  materi terkait penegakan hukum dengan menerapkan keadilan restoratif. Secara khusus, Yos A Tarigan menyampaikan tugas pokok dan fungsi Kejaksaan,  selain sebagai jaksa penuntut umum dan penyidik bidang tindak pidana khusus,  jaksa juga memiliki tugas dan fungsi sebagai jaksa pengacara negara. 

Berbicara tentang Restorarive Justice atau RJ, yang berarti mengembalkan keadaan ke semula agar keadilan benar nyata dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. 

"Restorative Justice atau keadilan restoratif, untuk penerapannya perlu memedomani  beberpa hal termasuk hati nurani jaksanya,  bagaimana proses terjadinya tindak pidana tersebut, apakah ada niat jahatnya atau hanya karena desakan kebutuhan serta keadaan ekonomi keluarga, dan perkara yang bisa di RJ-kan adalah perkara yang ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun, tersangkanya baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta," kata Yos A Tarigan.

Ketika syarat utama ini sudah terpenuhi, lanjut Yos A Tarigan maka jaksa fasilitator akan mempertemukan tersangka dengan korban untuk berdamai dan mengembalikan keadaan ke semula serta disaksikan oleh keluarga kedua belah pihak, penyidik dan tokoh masyarakat.

"Penerapan RJ di Kejati Sumut, untuk tahun 2025 hingga bulan Juni sudah ada 26 perkara yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif," tandasnya.

Pengajuan penerapan RJ, menurut Yos dilakukan secara berjenjang dan tidak serta merta semua perkara bisa diselesaikan dengan RJ.

"Yang terpenting dalam penerapan RJ ini adalah jaksa fasilitator harus melihat apa sebenarnya latar belakang atau alasan seseorang tersebut melakukan tindak pidana, kemudian kerugiannya dan ancaman hukumannya. Kemudian, antara tersangka dan korban benar-benar ada kesepakatan untuk berdamai dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Harapan kita, di KUHAP baru nanti ada diatur penegakan hukum Keadilan Restoratif ini, karena KUHP-nya sudah ada," tegasnya.

Pada sesi tanyajawab, beberapa mahasiswa mengajukan pertanyaan termasuk dalam hal penerapan keadilan restoratif yang dilakukan Kejaksaan. Kedua narasumber menjawab pertanyaan para mahasiswa secara bergantian.

Selanjutnya, UPH Medan memberikan cenderamata kepada kedua narasumber dan moderator dan diakhiri dengan kegiatan foto bersama. Hadir juga dalam seminar tersebut Sryani Br Ginting, SH,M,Hum, Dr. Christina NM Tobing, SH,M.Hum, Rolib Sitorus, SH,MH, Ricky Banke, SH,MH dan Joy Zaman Felix Saragih, SH,M.Kn.

 

 

Kejati Sumut UPH Medan Yos A Tarigan Seminar Prof Teguh

Bagikan Artikel Ini