Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos, DR. Ir. R. Harry Hikmat, M.Si
Di era kepemimpinan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Kementerian Sosial (Kemensos) mengembangkan sebuah strategi khusus dalam menjalankan misi pemerintah menanggulangi kemiskinan. Apakah strategi dimaksud?
Dalam kesempatan berbincang dengan Erman Tale Daulay dalam program podcast ‘Bincang Tipis-tipis’ di kanal Youtub Tale Trias Info, di ruang kerjanya Gedung Kementerian Sosial RI, Jakarta, belum lama ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemensos, DR. Ir. R. Harry Hikmat, M.Si, menekankan bahwa strategi penanggulangan kemiskinan yang dijalankan Kemensos tidak hanya bertumpu pada program bantuan sosial (Bansos) sebagai bagian dari strategi rehabilitasi sosial. Namun juga dibarengi dengan pelaksanaan program-program Kewirausahaan Sosial, Pahlawan Ekonomi Nasional, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemberdayaan Potensi & Sumberdaya Sosial yang termasuk dalam strategi pemberdayaan sosial.
Sangat berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, muncul kesan dan persepsi yang berkembang di mata publik bahwa apa yang dilakukan Kemensos selama ini justru memelihara fakir miskin. Padahal harapan idealnya, Kemensos sebagai bagian dari pemerintah bertugas mengentaskan dan mengeluarkan fakir miskin dari perangkap kemiskinan sehingga menjadi manusia yang mandiri dan berdaya secara ekonomi.
Merespons persepsi, kritik, dan tudingan negatif terhadap kinerja Kemensos dalam konteks pengentasan kemiskinan di Indonesia. Harry Hikmat menjelaskan bahwa salah satu ‘mandatory’ untuk Kemensos itu tertuang di UUD 1945. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 memang menyatakan, negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Ketentuan dalam Konstitusi itu konotasinya seolah-olah negara hanya menyantuni tidak mengeluarkan fakir miskin dari perangkap kemiskinan.
Tapi jangan lupa, ucap Harry, perdebatan yang panjang terhadap kata ‘memelihara’ itu sudah terjawab di amandemen UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) yang mengatakan negara berkewajiban membangun sistem jaminan sosial dan memberdayakan masyarakat.
“Memberdayakan masyarakat itu sudah masuk Konstitusi. Artinya, jangan sampai muncul interpretasi, mandatory memelihara seperti seakan-akan kita tidak mau mengeluarkan fakir miskin keluar dari perangkap kemiskinan. Justru ada kewajiban negara untuk memberdayakan masyarakat. Berarti untuk penanganan fakir miskin tidak hanya dalam konteks memberikan bantuan sosial atau memberikan santunan yang membuat mereka menjadi tergantung terhadap bantuan dan santunan tersebut melainkan juga memberdayakan mereka agar bisa mandiri dan berdikari,” terang Harry Hikmat.
Hanya saja, lanjut Harry, pemberdayaan kepada fakir miskin sangat berkaitan erat dengan mentalitas para penerima manfaat dari program yang dijalankan Kemensos.
“Kenyataan di lapangan, banyak masyarakat tidak bersedia dan menolak ketika akan dikeluarkan dari daftar penerima program bantuan sosial (bansos). Karena merasa sudah nyaman dengan adanya bansos. Yang namanya santunan atau bansos memang bisa merusak mental.”
Sekarang di era kepemimpinan Ibu Tri Rismaharini persepsi tersebut diubah. Menteri Sosial, imbuh Harry Hikmat, sangat menekankan bahwa Kemensos tidak hanya fokus memberikan bantuan sosial tapi juga melakukan pemberdayaan masyarakat.
Melalui apa program pemberdayaan sosial tersebut?
“Melalui Program Kewirausahaan Sosial, melalui Program Pahlawan Ekonomi Nasional, melakukan penempatan kerja, memberikan kesempatan kerja, termasuk memberikan akses kemudahan kepada penyandang diabilitas.
“Bahkan pemberian akses bagi kaum penyandang disabilitas sekarang sudah terbukti hasilnya,” tandas Hikmat.
Sejauh ini, Kemensos telah memiliki sebanyak 31 UPT (Unit Pelaksana Teknis) Penyandang Disabilitas yang disebut Sentra Terpadu untuk skala luas nasional dan sentra rehabilitasi berdasarkan wilayah tertentu.
Semua UPT berkewajiban harus mampu memberikan akses kepada penyandang disabilitas. Yang dikerjakan bukan hanya “memelihara fakir miskin” dengan menyediakan tempat tidur dan memberikan makan serta menjadi tempat penampungan namun juga melakukan kegiatan pelatihan dalam kerangka pemberdayaan pada penyandang disabilitas.
“Hasil konkret yang dicapai dari program pemberdayaan para penyandang disabilitas yang dijalankan Kemensos ini antara lain sebanyak 7.000 alat bantu yang sudah dihasilkan dalam satu tahun terakhir selama kepemimpinan Ibu Mensos Risma Trimaharini. Dan di antaranya sudah ada 600 unit motor roda tiga yang dirakit oleh para penyandang disabilitas dan 5000-an unit tongkat penuntun adaptif yang semuanya dirakit oleh penyandang disabilitas,” beber Harry.
Sentra Kreasi ATENSI
Salah satu terobosan dari Mensos Risma Trimaharini adalah pusat pemberdayaan yang disebut Sentra Kreasi ATENSI (SKA). Melalui Sentra Kreasi ATENSI yang bernaung di bawah Sentra Rehabilitasi Sosial Kemensos ini, setelah menjalani pelatihan dan pembinaan sesuai kebutuhan dan potensinya, Kemensos kemudian merekomendasikan para tunawisma/gelandangan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan swasta termasuk ke BUMN-BUMN.
“Tujuan pengembangan Sentra Kreasi ATENSI ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan dan vokasional penerima manfaat, terciptanya lapangan pekerjaan bagi penerima manfaat, meningkatkan taraf kesejahteraan sosial penerima manfaat dari kelompok termiskin/termarjinal/telantar,” ujar Harry menjelaskan.
Sentra Kreasi ATENSI ini diperuntukkan bagi penerima manfaat Balai Rehabilitasi Sosial. Seperti penyandang disabilitas, gelandangan, pengemis, pemulung, anak telantar, lansia telantar, korban perdagangan orang dan Korban PHK.
Selain itu Sentra Kreasi ATENSI juga diperuntukkan bagi penerima manfaat PKH, Prokus, dan Kube, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), Dunia Usaha (BUMN dan Swasta), dan masyarakat umum.
“Yang ditemukan Ibu Risma di jalan-jalan seperti manusia gerobak, gelandangan, pengemis, atau orang terlantar kemudian disentuh hatinya dan dimotivasi sampai akhirnya mau diajak ke Sentra. Di sana mereka diberikan pelatihan, dukungan motivasi psikososial agar tidak skeptis (masa bodoh). Tidak fatalistik (pasrah) dengan keadaan yang mereka sekarang terima. Padahal hidup itu bisa lebih berarti karena harus dimotivasi,” Harry menggarisbawahi.
“Bu Menteri sering turun langsung memberikan motivasi. Bahkan saya sering katakan ke teman-teman bahwa aktivitas Bu Menteri ini lebih Peksos (pekerja sosial) daripada peksos.”