Inspiratif, Kejari Simalungun Terdepan Se-Indonesia Terapkan RJ

Kajari Simalungun, Bobbi Sandri, SH, MH memegang piagam penghargaan dari Jaksa Agung RI

yudikatif

Inspiratif, Kejari Simalungun Terdepan Se-Indonesia Terapkan RJ

Hingga Juli 2022, Kejari Simalungun telah menghentikan penuntutan terhadap sebanyak 13 perkara pidana umum berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
 

Triasinfo.com, Simalungun – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Simalungun, Bobbi Sandri, SH, MH, patut berbangga diri setelah Kejari Simalungun yang dia pimpin dinobatkan Jaksa Agung sebagai Kejari terbaik (peringkat pertama) se-Indonesia dalam kinerja dalam hal jumlah perkara yang diselesaikan melalui penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Penghargaan tersebut diterima Kejari Simalungun berdasarkan penilaian Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum),Dr. Fadil Zumhana, SH, MH, pada 7 Juli 2022, terkait peringatan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) yang ke-62 tahun. Kejaksaan Agung melakukan penilaian kinerja terhadap Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri terkait rumah RJ, Balai Rehabilitasi Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.

Atas prestasi tersebut, Kejari Simalungun dianugerahi Piagam Penghargaan yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, SH, MM.

Kajari Simalungun, Bobbi Sandri, SH, MH, mengaku sangat berterima kasih dan mengapresiasi tinggi penghargaan Jaksa Agung yang diberikan kepada Kejari Simalungun.

“Terima kasih atas penghargaan Bapak Jaksa Agung ini. Tentunya penghargaan ini sangat besar artinya bagi Kejari Simalungun dan menjadi motivasi bagi jajaran untuk semakin meningkatkan kinerja khususnya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat di Kabupaten Simalungun,” ujar Bobbi Sandri.

Bobbi Andri menerangkan, dalam menerapkan RJ pada penyelesaian perkara, pihaknya melakukan penghentian penuntutan perkara dengan membuka ruang mediasi perdamaian antara pelaku dan korban tanpa proses persidangan.

Hingga Juli 2022, kata Bobbi Sandri, Kejari Simalungun telah menghentikan sebanyak 13 perkara pidana umum berdasarkan keadilan restoratif.

“Keadilan restoratif atau Restorative Justice ini merupakan program Kejaksaan Agung sesuai Perja No.15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan sesuai dengan rasa kemanusiaan,” tutur Bobbi.

Bobbi menggarisbawahi, perkara yang diselesaikan melalui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, memiliki syarat tertentu. Apa saja syarat dimaksud?

“Perkara yang bisa diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif adalah antara lain perkara dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun, pelaku belum pernah dipidana, dan kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta, serta adanya perdamaian antara pelaku dan korban. Di samping itu, pendekatan RJ menitikberatkan adanya pemulihan kembali terhadap korban tindak pidana. Artinya kita menepis adanya anggapan bahwa hukum tajam ke atas tumpul ke bawah. Jadi, kita berpegang pada prinsip persamaan kedudukan di depan hukum (equality before law) sehingga kita menyelesaikan masalah dengan seadil-adilnya,” beber Bobbi Sandri.

Kendati demikian, Bobbi menghimbau masyarakat agar tidak menjadikan penerapan RJ untuk mengulangi perbuatan tindak pidana, atau lepas dari tuntutan hukum.

“Banyak masyarakat yang salah menafsirkan, terkait penerapan RJ terhadap pelaku tindak pidana umum dan sebagian besar dalam kasus pencurian.”

Salah satu perkara di Kejari Simalungun yang dihentikan penuntutannya berdasarkan pendekatan keadilan restoratif oleh kejaksaan adalah perkara pencurian kelapa sawit dengan tersangka atas nama Fadely Arbi, yang disangka melanggar Pasal 111 atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Penghentian perkara dilakukan setelah Kajati Sumut Idianto SH MH diwakili oleh Wakajati Sumut Asnawi,SH,MH, Aspidum Arip Zahrulyani SH MH, Koordinator Gunawan Wisnu Murdiyanto, SH, MH, Kasi Terorisme dan Hubungan Antara Lembaga Yusnar, SH,MH, Kasi Oharda Zainal dan Kasi Penkum Yos A Tarigan melakukan gelar perkara secara online kepada Jampidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana, didampingi para Direktur dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, pada Rabu (5/10/2022).

Gelar perkara secara online penghentian perkara pencurian kelapa sawit di Kejari Simalungun, Wakajati Sumut Asnawi,SH, MH beserta jajaran kepada Jampidum Kejagung RI, Dr. Fadil Zumhana, SH, MH

 

Ekspose yang digelar secara online (daring) itu juga diikuti Kajari Simalungun Bobby Sandri, SH MH, Kasi Pidum Yoyok Ajisaputra dan JPU.

"Adapun tujuan tersangka memanen buah kelapa sawit milik PTPN IV kebun Tinjowan tanpa seizin pihak PTPN IV Kebun Tinjowan adalah untuk dijual oleh tersangka di mana uang hasil penjualan nantinya akan dipergunakan untuk melengkapi administrasi tersangka melamar pekerjaan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Yos A Tarigan.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan kepada tersangka berdasarkan sejumlah pertimbangan yaitu telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

"Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, sedangkan pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif pemulihan keadaan seperti keadaan semula," papar Yos. (Erman Tale Daulay)

Kejari Simalungun keadilan restoratif  penghentian penuntutan  restorative justice Bobbi Sandri

Bagikan Artikel Ini