Penyelesaian perkara lewat restorative justice (RJ)
Dalam perbincangan khusus dengan Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan oleh Erman Daulay di channel youtube Tale Trias Info, topik RJ sengaja diangkat untuk lebih mensosialisasikan program Kejaksaan ini dalam penegakan hukum berdasarkan hati nurani.
Program penyelesaian perkara dengan pendekatan humanis ini mendapat sambutan antusias dari masyarakat. Secara khusus Firmansyah Subhan yang dalam kegiatan Rapat Kerja Daerah Kalimantan Timur mendapat penghargaan sebagai juara I dalam penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Sejak dipercaya menahkodai Kejaksaan Negeri Samarinda tahun 2023 lalu, Firmansyah bersama jajaran telah menyelesaikan atau mengembalikan keadaan seperti keadaan semula beberapa kasus tindak pidana yang terkait dengan tindak pidana pencurian, kekerasan dalam rumah tangga, penadahan yang lokasi kejadiannya rata-rata ada di wilayah Samarinda.
"Kita merespon aktif program Pak Jaksa Agung yang terkait dengan mengedepankan
penyelesaian tindak pidana dengan keadilan restoratif, terutama terhadap penanganan perkara yang sudah diatur dalam Keputusan Jaksa Agung dan peraturan Jaksa Agung (Perja No, 15 Tahun 2020)," paparnya.
Lantas, pidana apa saja yang bisa diterapkan RJ? Kalau tidak salah, tahun 2023 lalu
Kejari Samarinda berhasil menyelesaikan 29 perkara dengan RJ. Untuk wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Kejari Samarindah mendapat peringkat tertinggi untuk penanganan RJ.
"Berlanjut di tahun 2024, kita memulai lagi dengan mempersiapkan dan memberikan arahan kepada jaksa penuntut umum, jaksa peneliti untuk melakukan setiap adanya suatu tindak pidana yang terkait dengan apa yang menjadi aturan dan tatanan yang diberikan oleh petunjuk dari Kejaksaan Agung sudah kita ikuti, makanya kita ada yang namanya Jaksa mediator, kemudian di dalam melakukan penelitian itu dia melihat ada rangkaian tindak pidana yang seyogyanya dapat dilakukan restorative justice," kata Firmansyah.
Jaksa Penuntut Umum atau jaksa peneliti, kata Firmansyah melakukan penelitian
berkas, kemudian memediasi dan memberikan support kepada pihak-pihak yang terkait dengan pidana yang dilakukan oleh beberapa tersangka atau terdakwa yang nantinya bakal diajukan ke pengadilan. Dengan adanya keberpihakan atau adanya rasa untuk mengembalikan rasa keadilan yang sebenarnya, karena di dalam masyarakat itu sendiri kadang-kadang dengan ketidaktahuan kemudian dengan
adanya emosi sesaat, dia melakukan perbuatan pidana.
Sementara itu, untuk penyelesaian perkaranya bisa dilakukan mediasi agar Kembali kepada keadaan semula. Beberapa contoh yang ditangani Kejari Samarinda misalnya, kita ada beberapa kasus yang telah ditangani melalui restorative justice. Contoh konkritnya adalah ada seorang juru parkir yang dalam melakukan pekerjaannya itu dari rumahnya ke tempat dia bekerja itu naik sepeda. Jadi, tiba-tiba ada orang menawarkan motor dengan harga murah. Dengan ketidaktahuannya dia
melihat bahwa ini motor murah.
"Si juru parkir tadi tidak mikir lagi gimana suratnya dan kelengkapan kendaraan itu
sehingga pada akhirnya dia membelinya. Ternyata motor itu adalah hasil curian. Si juru parkir dilaporkan ke aparat penegak hukum. Karena yang bersangkutan ini adalah orang yang di mata pimpinan atasan itu orang jujur tidak pernah melakukan perbuatan pidana, pimpinannya mengganti motor yang dia beli melalui penadah itu," jelasnya.
Kasusnya terus bergulir, jaksa mediator melihat cerita itu dan mempertemukannya dengan pemilik kendaraan bermotor yang ia beli, dan pemilik motor memaafkan dengan situasi keadaan yang seperti itu sehingga terjadilah yang namanya restorative justice.
"Untuk memastikan penyelesaian perkaranya dengan pendekatan hati nurani, kita turun langsung ke rumah tersangka dan melihat bagaimana kesehariannya. Ternyata keluarga ini adalah keluarga baik-baik. Hati nurani kita tergerak untuk meneruskan perkaranya dengan meminta pendapat tokoh masyarakat dan perkara tersebut diselesaikan dengan RJ," tandasnya.
Menurut Kejari Kota Samarinda ini, mekanisme penyelesaian perkara dengan pendekatan humanis ada mekanismenya. Diawali dari penelitian berkas, melihat esensi dari perbuatan tersangka. Kemudian, JPU mengajukan ke Kasi Pidum, berlanjut ke Kejari, secara berjenjang berlanjut ke Aspidum dan Kejati Kaltim yang kemudian di ekspose perkaranya di hadapan JAM Pidum.
"Keputusan akhir ada pada JAM Pidum apakah perkara tersebut memenuhi syarat untuk disetujui diselesaikan dengan pendekatan humanis atau tidak," tegasnya. Contoh perkara lainnya yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah kekerasan dalam rumah tangga, hanya karena emosi istri mau minta cerai karena dipukul sama suaminya. Kemudian, suaminya ditahan dan tiba-tiba memiliki
kesadaran, sang istri memaafkan apa yang dilakukan oleh suami.
"Setelah dimediasi, suami istri tidak jadi bercerai dan perkaranya diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif serta disaksikan oleh kedua pelah pihak serta
tokoh masyarakat," tuturnya.
Ada banyak perkara tindak pidana yang kalau melihat esensinya dan mengedepankan hati nurani dalam melihat perkaranya, lanjut Firmansyah maka jaksa harus melakukan pendekatan dan memediasi antara tersangka dan korbannya agar tercipta kembali harmoni di tengah-tengan masyarakat.
"Saat ini, masyarakat kita sangat mudah tersulut emosi hanya gara-gara masalah kecil saja langsung lapor ke Polisi, lalu perkaranya lanjut ke Kejaksaan. Setelah diteliti dan dilihat esensinya, perkara tersebut sesungguhnya bisa diselesaikan dengan pendekatan humanis," katanya.
Perlu digaris bawahi, bahwa penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif bertujuan untuk menciptakanharmoni di tengah masyarakat, Dimana korban memaafkan tersangka dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Artinya, jaksa mediator dalam hal ini berupaya untuk mengembalikan keadaan ke keadaan semula, antara tersangka dan korban kembali terjalin komunikasi yang harmonis," tegasnya. (ETD)