Foto: Chairani Rachmatullah, Direktur Utama PLN Enjinering (dok. PLNE)
Jakarta, 08 Juli 2025 - Di tengah arus transformasi industry kelistrikan yang kian dinamis dan penuh tantangan, PT PLN Enjiniring menegaskan komitmennya kuatnya untuk mengakselerasi digitalisasi sebagai pondasi utama dalam menjaga keandalan dan efisiensi operasional. Direktur Utama PT PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, mengungkapkan bahwa digitalisasi bukan lagi pilihan, tetapi sudah menjadi “keharusan fundamental” dalam menjalankan layanan kelistrikan secara menyeluruh.
“Kalau end to end digitalisasi itu sudah jadi kebutuhan. Sudah bukan karena pengen lebih efisien atau karena kepengenan, tapi sudah menjadi suatu keharusan. Karena kami layanan kelistrikan — orang tidak boleh padam. Tagihan listrik harus sesuai tanggal, kalau tidak dibayar, harus cepat diputus, dan jika dibayar, langsung disambung kembali.Semuanya harus cepat, tepat, dan otomatis,” tegas Chairani dalam wawancara eksklusif dengan Trias.
Transformasi digital di tubuh PLN sejatinya bukan hal baru. Menurut Chairani, embrio digitalisasi di lingkungan PLN telah dimulai sejak 20 tahun lalu. Namun kini, upaya tersebut ditingkatkan menjadi digitalisasi menyeluruh (end-to-end), mulai PLN Enjiniring dari perencanaan proyek, desain, pelaksanaan konstruksi, hingga pengawasan pasca konstruksi.
PLN Enjiniring membangun system digital yang mereka sebut “Virtual Cubicle” — sebuah aplikasi terintegrasi yang menjadi single source of truth seluruh proses bisnis internal. Dalam Virtual Cubicle, semua data terkait proyek, keuangan, tenaga kerja, hingga dokumentasi teknis tersimpan dan diproses secara otomatis. “Orang kerja berapa jam, ngerjain apa, nilai proyek, bahkan absensi sudah tidak manual. Semua otomatis dari Virtual Cubicle. Dari situ juga kita bisa menilai kinerja, menentukan apresiasi, dan mengambil keputusan berbasis data,” jelas Chairani.
Di samping itu, PLN Enjiniring juga mengimplementasikan teknologi canggih lainnya seperti Building Information Management (BIM) dan Virtual Reality (VR) dalam mendesain proyek-proyek pembangkit, jaringan listrik, serta infrastruktur kelistrikan lainnya.
Desain 3D dalam format BIM memungkinkan proses tender yang lebih transparan dan pelaksanaan proyek yang lebih presisi. Sementara itu, penggunaan AI dan machine learning difokuskan untuk proses perhitungan, standarisasi produk, hingga simulasi sistem kelistrikan. “Dulu manual hitung bisa salah karena manusia lelah. Sekarang sudah semua otomatis. Formula sudah diprogram, data tinggal diinput, hasilnya presisi. Produk jadi terstandarisasi dan kecepatan kerja meningkat,” tambahnya.
Digitalisasi tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga menjadi keunggulan kompetitif PLN Enjiniring. Dengan aplikasi Document Management System, seluruh data dan dokumen proyek dikumpulkan dalam satu basis data terpusat. Hal ini menciptakan repository data yang masif dan terus diperbarui, memungkinkan analisis yang lebih akurat dan pengambilan keputusan yang cepat serta berbasis fakta.
“Kalau orang lain pakai data 2021 untuk proyek 2025, kami pakai data terkini. Desain kami lebih valid, lebih terpercaya. Itu kekuatan digitalisasi — data yang akurat dan up to date,” ujar Chairani.
Melihat lima hingga sepuluh tahun ke depan, PLN Enjiniring menargetkan pengembangan sistem super apps sebagai salah satu pilar utama digitalisasi di lingkungan PLN Group. Aplikasi PLN Mobile kini telah menjadi platform pelayanan utama pelanggan, mulai dari pelaporan gangguan hingga monitoring perbaikan.
Chairani juga menegaskan, seluruh pengembangan aplikasi internal PLN harus terintegrasi dan tidak boleh berjalan sendiri-sendiri (silo). Semua platform, baik yang untuk pelanggan maupun internal, berada di bawah satu sistem penyimpanan dan pengelolaan data terpusat yang dikelola oleh Icon Plus, salah satu subholding PLN. “Tidak ada lagi data yang beda-beda antar unit. Semua sudah terintegrasi dan seragam. Inilah kekuatan transformasi digital kami— standarisasi dan integrasi,” tambahnya.
Digitalisasi Mendukung Inovasi Layanan
Kemampuan digitalisasi ini juga memungkinkan ekspansi layanan PLN Enjiniring ke bidang engineering asset management. Dengan teknologi Internet of Things (IoT), PLN Enjiniring memasang sensor di berbagai aset kelistrikan untuk memantau kondisi secara real time. Data dari sensor ditarik ke pusat, dianalisis, dan dijadikan dasar dalam memberikan rekomendasi perawatan dan pengelolaan aset yang lebih terstandar.
Bagi aset yang belum menggunakan sensor, metode manual pun tetap difasilitasi dengan dashboard digital. Petugas dapat memasukkan data ke sistem secara manual, yang kemudian diolah dan dianalisis dengan metode seragam. “Semuanya bisa dimonitor dari dashboard — dari HP atau laptop. Ini membuka jalan bagi kami untuk lebih efisien, lebih presisi, dan lebih terpercaya di mata pelanggan maupun mitra kerja,” tutup Chairani. (Jay)