Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
Jakarta, 5 Juni 2025 — Pemerintah menetapkan arah baru transisi energi melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 dengan mendorong pengembangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di seluruh Indonesia. Dari total penambahan kapasitas pembangkit dan storage sebesar 69,5 gigawatt (GW), sebanyak 76 persen atau 52,9 GW berasal dari energi baru terbarukan (EBT) dan storage. Di antara semua jenis pembangkit EBT, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi kontributor terbesar dengan kapasitas 17,1 GW, disusul Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 11,7 GW.
Selain energi surya dan air, pengembangan kapasitas pembangkit EBT juga mencakup energi angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW. Pembangkit hijau tersebut didukung oleh sistem penyimpanan energi (energy storage) sebesar 10,3 GW yang terdiri PLTA pumped storage 6 GW dan battery energy storage system (BESS) 4,3 GW.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pengembangan pembangkit EBT dirancang menjangkau seluruh wilayah Indonesia untuk mewujudkan ketahanan energi nasional selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia (tengah), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu (kiri) dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi (kanan) saat mengumumkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 di Jakarta, Senin (26/5). Bahlil menyampaikan, melalui RUPTL ini pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dirancang menjangkau seluruh penjuru negeri guna mewujudkan ketahanan energi nasional.
“Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam. Oleh karena itu, kita pastikan pengembangan EBT dilakukan sesuai potensi lokal dan kebutuhan di setiap wilayah. Dari Sumatra hingga Papua kita dorong agar semua wilayah tumbuh dengan energi bersih,” ujar Bahlil usai mengumumkan RUPTL 2025-2034 di Jakarta, Senin (26/5).
PLTS mendominasi pengembangan pembangkit di wilayah dengan potensi radiasi matahari yang cukup tinggi seperti Jawa, Madura, dan Bali (Jamali), serta kawasan timur Indonesia meliputi Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara. Di Jamali, penambahan kapasitas EBT mencapai 19,6 GW yang ditopang oleh PLTS sebesar 10.932 megawatt (MW), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebesar 5.377 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 2.503 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Air atau Mini Hidro (PLTA/M) sebesar 432 MW, serta bioenergi sebesar 399 MW.
Sedangkan untuk regional Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara mencapai 2,3 GW. Meskipun skalanya lebih kecil namun proyek ini strategis untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Komposisi kapasitasnya mencakup PLTS sebesar 1.470 MW, PLTP sebesar 332 MW, PLTA/M sebesar 179 MW, bioenergi sebesar 141 MW, PLTB sebesar 140 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) sebesar 40 MW.
Tampak Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan 3 berkapasitas 2x87 megawatt (MW) di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang memanfaatkan potensi aliran Sungai Asahan untuk menghasilkan listrik andal dan berkelanjutan bagi sistem kelistrikan Sumatra.
Selain itu, lanjut Bahlil, wilayah dengan potensi aliran sungai besar seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi lebih banyak mengembangkan PLTA. Di Sumatra akan dibangun 9,5 GW pembangkit EBT dengan kapasitas PLTA/M sebesar 4.940 MW, PLTP sebesar 2.017 MW, PLTS sebesar 1.606 MW, PLTB sebesar 590 MW, serta pembangkit listrik skala kecil seperti Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebesar 250 MW dan bioenergi sebesar 78 MW.
Selanjutnya, rencana penambahan pembangkit EBT di Kalimantan sebesar 3,5 GW, dengan kapasitas PLTA/M sebesar 1.533 MW dan PLTS sebesar 1.524 MW. Wilayah ini juga mengembangkan PLTN sebesar 250 MW, bioenergi sebesar 80 MW dan PLTB sebesar 70 MW.
Untuk Sulawesi, akan dibangun pembangkit EBT dengan kapasitas 7,7 GW terdiri dari PLTA/M sebesar 4.606 MW, PLTS sebesar 1.530 MW, PLTB sebesar 1.010 MW, PLTP sebesar 305 MW, dan bioenergi sebesar 236 MW.
“Kalau dulu hasil RUPTL itu tidak menjelaskan lokasinya di mana, tempatnya di mana, dan kapan. Kalau sekarang, lokasinya di mana, kabupaten apa, tahun berapa dibangun, semuanya sudah jelas,” tambah Bahlil.
Senada, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menegaskan bahwa PLN siap menjalankan seluruh ketentuan RUPTL yang telah disusun sebagai peta jalan transformasi sistem kelistrikan nasional menuju arah yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan.
“PLN siap menjalankan seluruh rencana dalam RUPTL ini sebagai langkah nyata transisi energi Indonesia menuju Net Zero Emissions. Dengan lokasi pembangunan yang kini sudah jelas dan terperinci, kami optimistis bisa memperkuat keandalan listrik nasional sekaligus mendorong pemanfaatan energi lokal untuk mewujudkan swasembada energi,” pungkas Darmawan.