Ketua Umum KTNA Nasional : Stop Boros Pangan !

Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Peta Jalan percepatan Pengurangan Susut Pangan di Indonesia.

nasional

Ketua Umum KTNA Nasional : Stop Boros Pangan !

Pengelolaan pangan di Indonesia kita masih menghadapi permasalahan Sisa dan Susut Pangan (SSP) yang cukup besar, gampangnya masih banyak pangan kita yang mubazir.
 

TRIASINFO, JAKARTA Hari Pangan se Dunia diperingati setiap tanggal 16 Oktober setelahditetapkan oleh FAO sejak tahun 1945. Dan sampai saat ini kita masih mendengar kerawanan pangan, kelaparan, stunting dan beberapa istilah yang terkait dengan pangan.

Berkenaan dengan pengelolaan pangan di Indonesia kita masih menghadapi permasalahan Sisa dan Susut Pangan (SSP) yang cukup besar, gampangnya masih banyak pangan kita yang mubazir. Untuk tingkat dunia Indonesia menduduki ranking 7, ini angka yang besar sekali mengingat jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 Juta jiwa lebih dan akan meningkat menjadi 324 juta jiwa di tahun 2045.

Pada tanggal 2 Oktober 2023 Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Peta Jalan percepatan Pengurangan Susut Pangan di Indonesia. FGD melibatkan Kementerian PPN/Bappenas, The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia dan Life Cycle Indonesia (LCI) Indonesia. Dan mengundang beberapa organisasi sebagai pembahas dalam FGD tersebut, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) sebagai salah satu pembahas yang langsung dihadiri oleh Ketua Umumnya, M. Yadi Sofyan Noor.

“Focus Group Discussion ini merupakan salah satu upaya kolaboratif antara pemerintah, Industri dan masyarakat untuk merumuskan peta jalan yang konstruktif dan aplikatif untuk menurunkan susut dan sisa pangan sebesar 75% pada tahun 2045. FGD kali ini disepakati untuk fokus pada aspek susut pangan yang terjadi di sisi hulu rantai pasok pangan yaitu tahap produksi, tahap pascapanen dan penyimpanan, dan terakhir tahap pemrosesan dan  pengemasan dan terakhir tahap distribusi,” terang Dr. Soen’an Hadi Poernomo, Ketua Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia (JP2GI).

Berdasarkan data The Economist (2021), Indonesia menempatiposisiketujuhsebagai negara penghasil SSP terbesar di dunia. Hasil kajian Bappenas 2021 menyebutkan bahwa nilai susut pangan (food loss) selama 20 tahun terakhir (2010-2019) sebesar 56%, sedangkannilaisisapangan (food waste) sebesar 44%. Masih dari hasil kajian yang sama, total timbulan susut dan sisa pangan Indonesia per tahun sebesar 23-48 juta ton atau setara dengan 115–184 kg/kapita/tahun.

Soen’an menjelaskan, ”Susut pangan (food loss) merupakan makanan yang mengalami penurunan kualitas ataupun hilang yang disebabkan oleh berbagai faktor selama prosesnya dalam rantai pasokan makanan sebelum menjadi produk akhir. Susut pangan biasanya terjadi pada tahap produksi, pascapanen, pemrosesan, hingga distribusi dalam rantai pasokanmakanan”.

“Sementara itu, sisa pangan (food waste) adalah makanan yang telah melewati rantai pasokan makanan hingga menjadi produk akhir, berkualitas baik, dan layak dikonsumsi, tetapi tetap tidak dikonsumsi dan dibuang. Makanan yang dibuang ini termasuk yang masih layak ataupun dibuang karena sudah rusak. Sisa pangan biasanya terjadi pada tingkat ritel dan konsumen”, tambahSoen’an.

Dalam FGD ini hadir sebagai pembicara utama Dr. Vivi Yulaswati, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas RI yang menyajikan materi dengan topik “Reduksi Susut Pangan Mendukung Ketahanan Pangan Indonesia Emas 2045”.

”Dengan perkiraan jumlah penduduksekitar 324 juta jiwa pada tahun 2045, tekanan terhadap penyediaan pangan domestik pada saat itu akan semakin meningkat. Oleh karena itu, efisiensi penyelenggaraan sistem pangan, sejak pangan diproduksi, penanganan pasca panen, distribusi hingga konsumsi sangatlah penting. Karenanya, dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan pewujudan kemandirian pangan nasional, selain melalui peningkatan produksi pangan kita juga harus berupaya semaksimal mungkin menekan kehilangan pangan dalam bentuk susut dan sisa pangan” jelas Dr. Vivi dalam  sambutannya.

Selama FGD ini, berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari pemerintah, akademisi, lembaga riset, dunia usaha, organisasi masyarakat sipil, telah berdiskusi intensif untuk mengembangkan rencana aksi konkret dalam mengurangi susut pangan di Indonesia. FGD ini menciptakan platform bagikolaborasi dan pertukaran ide yang akanmembantumemandulangkah-langkahimplementasi yang lebih efektif.

Salah satu poinutama yang dibahas dalam FGD adalah pengembangan strategi nasional dalam peta jalan reduksi susut dan sisa pangan di seluruh rantai pasok pangan, mulai dari produksi hingga konsumsi. Selain itu juga pembahasan indikator susut dan sisa pangan yang akan dijadikan sebagai acuan penilaian di Indonesia. Selain itu, dalam FGD ini, para pemangku kepentingan juga membahas pentingnya kebijakan yang mendukung pengurangan susut pangan, termasuk peran penting pemerintah dalam menciptakan regulasi yang lebih efektif dan mendukung inovasi dalam produksi, distribusi, dan manajemen pangan.

Dalam kesempatan tersebut Ketua Umum KTNA Nasional M. Yadi Sofyan Noor menyampaikan, kita harus memberdayakan potensi pangan lokal menuju kedaulatan pangan 2045. Banyak pangan lokal pengganti sumber karhohidrat yang belum dimanfatkan secara optimal, kemudian menekan kehilangan hasil saat penen. Saat ini kita masih kehilangan lebih 6 persen dari produksi beras pada saat proses panen.

Untuk konsumsi bahan pangan baik di rumah tangga, restoran, perhotelan bahkan sampai di acara hajatan masih banyak makanan yang terbuang. Sehingga tidaklah mengherankan kalau total timbulan susut dan sisa pangan(SSP) Indonesia per tahun sebesar 23-48 juta ton atau setara dengan 115–184 kg/kapita/tahun. Untuk menekan Sisa dan Susut Pangan kita harus memulai dengan Gerakan dan itu harus dimulai dari diri kita masing masing. “Stop Boros Pangan, jadikan sebagaisatu Gerakan”, kata Sofyan.

Hal senada disampaikan juga oleh Direktur Ketahanan Pangan Otorita IKN Setia Lenggono yang juga hadir saat FGD, jadikan satu Gerakan agar target untuk menurunkan SSP bisatercapai.

Perlunya perubahan struktur kalori pangan terutama komponen karbohidrat. Bahkan Lenggono menyampaikan perlu regulasi terkait dengan Sisa dan Susut Pangan. Baik dari segi hukum negara ataupun hukum agama. Semua agama pasti melarang membuang buang makanan. TRIAS/ERMAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)  M. Yadi Sofyan Noor. sisa dan susut pangan

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga :