Mengubah Sampah jadi Rupiah di LP Perempuan Bandung

Kusnali (baju putih tengah) didampingi Gayatri (kiri) dan Ishadi Kabid Pembinaan (kanan).

lintasdaerah

Mengubah Sampah jadi Rupiah di LP Perempuan Bandung

Dukungan dan motivasi, Lapas Perempuan Bandung siapkan masa depan warga binaan
 

Triasinfo, Bandung - Upaya pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Bandung, Jawa Barat, terus diperkuat melalui berbagai program pemberdayaan yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan kemandirian warga binaan setelah bebas. Pembinaan dilakukan melalui pelatihan keterampilan dengan menggandeng berbagai mitra eksternal, serta memberikan motivasi agar warga binaan mampu menata kembali masa depan mereka.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas), Kusnali, bersama Kepala Lapas Perempuan Bandung, Gayatri, memaparkan sejumlah langkah pembinaan yang kini dijalankan secara lebih terstruktur dan manajemen usaha yang terpola. Kusnali mengatakan, pembinaan pemasyarakatan kini membawa semangat baru. Tagline “dari sangkar ke sanggar” kini diperkuat dengan gagasan “dari balik jeruji untuk negeri” sebagai dorongan perubahan. Ia menegaskan bahwa masa pidana tidak menjadi akhir segalanya. Dalam wejangan, Kusnali menyampaikan, harapan itu masih panjang, justru di sinilah proses pembelajaran yang berharga.
Menurut dia, setiap warga binaan menjalani asesmen minat dan bakat sebelum mengikuti pelatihan. Salah satu program yang berkembang adalah pemanfaatan limbah kain menjadi produk kerajinan perca bernilai ekonomis. “Mengubah sampah menjadi rupiah,” kata Kusnali dalam program Bincang Tipis-Tipis yang dipandu host Erman Tale Daulay.
Sementara itu, Kalapas Gayatri menjelaskan, pihaknya bersinergi dengan sejumlah mitra untuk meningkatkan kualitas pelatihan, seperti CV Jaya Makmur dari Semarang untuk pelatihan batik, Rumah Berbagi untuk pelatihan roti/bakery, dan PT Amura Pratama untuk pelatihan menjahit. Gayatri menegaskan bahwa pembinaan tidak hanya bertujuan menambah keterampilan, tetapi juga mempersiapkan warga binaan agar mampu bersaing dan membuka usaha setelah bebas.
Ia memastikan tidak ada eksploitasi dalam kegiatan produksi. Menurut dia, warga binaan tetap menerima premi dari keuntungan bersih dari penjualan produk, dan sebagian di antaranya wajib ditabung sebagai bekal setelah bebas. “Minimal separuhnya disimpan. Ini untuk modal awal mereka nanti, tapi tetap fleksibel jika ada kebutuhan mendesak,” ujarnya.
Lapas Perempuan Bandung juga tengah merintis Koperasi Merah Putih sebagai wadah pemasaran sekaligus sarana pembinaan berkelanjutan. Warga binaan bahkan dapat tetap menjadi anggota setelah bebas. Berbagai pelatihan seperti salon, batik, bakery, hingga kerajinan tangan disambut antusias. Sejumlah warga binaan mengaku mulai mampu menghasilkan karya dalam waktu singkat, termasuk yang belajar menjahit hanya dalam dua pekan.
Ditjenpas Jawa Barat turut mencatat keberhasilan beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang mampu menembus pasar internasional, salah satunya melalui ekspor produk berbahan sabut kelapa ke Jepang, Spanyol, dan negara Eropa lainnya. Gayatri menambahkan, seluruh pelatihan diberikan tanpa biaya. “Pelatihan ini tidak hanya membekali keterampilan, tetapi membangun kepercayaan diri,” katanya.
Berbagai langkah tersebut menunjukkan bahwa pembinaan pemasyarakatan kini tidak semata berfokus pada pemidanaan, tetapi juga mempersiapkan warga binaan agar memiliki harapan, kemandirian, dan peluang kehidupan yang lebih baik setelah kembali ke masyarakat.

Ditjenpas

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga :