Erwansyah, Kepala UP PKB Cilincing (Dok.Istimewa)
Di bawah cahaya kuning lampu pos keamanan, seorang lelaki berpeci berdiri memperhatikan antrean kendaraan dengan pandangan yang tenang. Beberapa petugas lain tampak sibuk menyiapkan peralatan uji, memastikan semuanya siap sebelum layanan dibuka.
Lelaki berpeci itu adalah Erwansyah, Kepala UP PKB Cilincing. Sudah lebih dari dua tahun dia memimpin unit ini, salah satu simpul penting dalam sistem pengujian kendaraan bermotor di Jakarta Utara. Setiap pagi, jauh sebelum antrean mengular, ia sudah hadir di lokasi, memeriksa satu per satu sudut area kerja.
"Yang penting pagi dibuka dulu, biar sopir nggak dipalak di luar," ujarnya pelan sambil tersenyum kepada Trias.
Ucapan sederhana itu menggambarkan filosofi kerjanya, pelayanan publik tidak melulu soal sistem digital atau peralatan canggih. Tapi tentang rasa tanggung jawab terhadap kenyamanan orang banyak.
Di Cilincing, banyak pengemudi datang dari jauh. Mereka menggantungkan hidup pada kelancaran satu hari kerja. Sedikit keterlambatan, bisa berarti kehilangan setoran.
"Peralatannya sudah bagus semua, sistem digitalisasinya juga sudah jalan. Tugas saya hanya menjaga agar semua itu tetap optimal," katanya merendah.
Namun di balik kalimat singkat itu, ada upaya panjang menjaga ritme pelayanan agar tidak terhenti oleh hal-hal kecil, mulai dari perawatan alat, pembaruan software, hingga menjaga disiplin pegawai.
Erwansyah tahu, keberhasilan sebuah sistem bergantung pada hal yang tak selalu tampak di laporan kinerja, semangat petugas lapangan dan kepercayaan pengguna.

"Kita punya alat bagus, tapi kalau manusianya nggak siap, percuma. Saya ingin petugas merasa punya tanggung jawab moral terhadap pelayanan ini," ujarnya menekankan pentingnya perawatan berkala dan kesiapan SDM.
Hasilnya, proses uji kendaraan di Cilincing banyak berubah. Pendaftaran sudah serba daring, antrean lebih tertib, dan hasil uji bisa dipantau secara digital. Bagi pengemudi, ini berarti efisiensi waktu. Namun bagi pengelola, artinya tanggung jawab baru: memastikan sistem tetap transparan dan bisa diandalkan.
Di satu sisi, digitalisasi memberi kemudahan. Di sisi lain, dia menuntut kedisiplinan baru. Tidak boleh ada data yang salah masuk, tidak boleh ada alat yang luput kalibrasi. Semua harus akurat, sebab satu kesalahan bisa berdampak pada keselamatan kendaraan di jalan.

Erwansyah sering turun langsung ke ruang uji. Dia memperhatikan teknisi memeriksa sistem rem, emisi, dan lampu kendaraan. Jika ada alat yang terasa kurang presisi, ia catat.
"Saya lebih tenang kalau lihat sendiri. Kalau peralatan sehat, pelayanan pasti lancar," tuturnya.
Di sela-sela kesibukan, suasana di UP PKB Cilincing terasa lebih cair. Sopir truk yang sudah langganan menyapa petugas seperti kawan lama. Beberapa bahkan sudah hafal nama petugas uji. Tak jarang, mereka bercanda di sela antrean. Bagi Erwansyah, kedekatan itu bukan sekadar akrab, tapi bentuk kepercayaan yang harus dijaga.
Unit pengujian di Cilincing menjadi gambaran kecil bagaimana pelayanan publik bertransformasi di tingkat paling dekat dengan warga. Di tengah dorongan digitalisasi, nilai-nilai lama seperti kedisiplinan, kejujuran, dan empati tetap menjadi fondasi utama.
Dia paham, sistem yang baik tidak lahir dari instruksi semata, melainkan dari kebiasaan menjaga hal kecil setiap hari. Ia sering mengingatkan timnya untuk tetap waspada terhadap detail—dari kebersihan area uji hingga cara menyapa pengguna.
“Kadang yang bikin orang puas bukan hasil akhirnya, tapi prosesnya. Mereka merasa dihargai," katanya.
Menjelang siang, antrean kendaraan mulai berkurang. Cahaya matahari menimpa atap pos keamanan tempat Erwansyah berdiri pagi tadi.
Dia menatap halaman yang kini lebih lengang, lalu kembali memeriksa laporan harian dari ruang kontrol. Tidak ada keluhan berarti, semua berjalan seperti seharusnya.
"Pelayanan publik itu seperti mesin," ujarnya perlahan.
"Kalau semua bagiannya dirawat dan dijaga, dia akan terus hidup, meskipun pengemudinya berganti," pungkasnya.