Polisi Madukala Kundoro menyisihkan separuh gajinya untuk keperluan belajar anak-anak putus sekolah di Kendari.
TAK dimungkiri citra aparat kepolisian kerap dilekatkan dengan citra kurang menyenangkan akibat sejumlah konflik dan kontroversi tertentu. Namun itu tidak bisa digeneralisir. Nyatanya tetap ada banyak aparat kepolisian yang bertanggung jawab, menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan pada beberapa kondisi mereka melakukan perbuatan mulia yang orang biasa belum tentu terpikir untuk melakukannya.
Lakon keseharian yang diperankan Madukala Kundoro, anggota polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) asal Kendari, Sulawei Tenggara (Sultra), adalah salah satu contoh dimaksud.
Menjalankan aksi mulia, sosok yang akrab disapa dengan sebutan Kundoro tersebut diketahui telah memberikan pengajaran gratis kepada puluhan anak jalanan dan anak putus sekolah yang berada di kotanya.
Memberi pendidikan sejak 2016
Pengabdian pada kemanusiaan yang dijalani Kundoro berawal saat ia ditugaskan sebagai anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di Polsek Baruga, Kendari.
Kundoro disebut pertama kali melihat ada sejumlah anak yang sedang bermain di jalanan di sebuah kawasan kampung yang dihuni oleh penduduk yang sebagian besar hidup dalm kondisi ambang batas kemiskinan.
Yang membuatnya miris, anak-anak itu melakukan hal tidak semestinya seperti merokok, mengonsumsi minuman keras, menghirup lem, bahkan ada yang mengkonsumsi narkoba.
Padahal, anak-anak itu masih berada di usia yang seharusnya bersekolah dan mendapatkan pendidikan layak. Namun, kebanyakan dari mereka putus sekolah akibat keterpurukan kondisi ekonomi keluarga. Sebagian besar orangtua dari anak-anak berprofesi sebagai pekerja serabutan dan pedagang di Pasar Panjang.
Empai Kundoro pun bangkit. Akhirnya, ia memutuskan untuk merangkul anak-anak tersebut dengan memberikan pendidikan gratis dan membangun sebuah rumah bimbingan belajar (bimbel) bernama Bimbel Bhabinkamtibmas yang terletak di Kelurahan Bonggoeya, Kecamatan Wuawua, Kendari.
"Saya berpikir hak pendidikan anak itu wajib, tanpa mengenal status, sosial, ekonomi, dan budaya," ujar Kundoro.
Sisihkan separuh gaji untuk keperluan belajar
Memulai niat mulianya dari nol tentu tidak mudah, semua kendala dihadapi baik dari segi ketersediaan lokasi, fasilitas utama berupa buku pelajaran, hingga minimnya keinginan dari para anak jalanan itu sendiri untuk diajak kembali mendapatkan pendidikan yang layak.
Tanpa melibatkan statusnya sebagai anggota kepolisian, didukung penuh oleh sang istri, Kundoro memulai semuanya. Saat awal berjalan dan pertama kali menyampaikan niatnya pada orangtua anak-anak jalanan yang telah ditelusuri, memang Kundoro kerap mendapat bantuan, salah satunya pinjaman rumah panggung seadanya dari salah satu ketua RT setempat.
Awalnya hanya ada 5 anak yang ingin ikut belajar, kebanyakan mengaku takut karena mengetahui Kundoro seorang polisi. Pikirnya, mereka akan ditangkap karena narkoba, Kundoro bahkan sampai harus menjemput setiap anak ke rumahnya untuk mengajak belajar bersama.
Perjuangan Kundoro mulai berbuah manis. Hingga saat ini sudah ada 65 anak didik yang belajar di tempat bimbel Kundoro, di mana rata-rata usianya berada di kisaran 5-15 tahun. Dari 65 anak itu, empat di antaranya ternyata penyandang disabilitas.
Keseriusan Kundoro dibuktikan lewat komitmen dan pengorbanannya dengan merogoh kocek pribadi demi memastikan tempat belajar tersebut bisa tetap eksis dan berjalan.
Sebenarnya Kundoro pernah meminta bantuan kepada pihak pemerintah, namun kurang ditanggapi. Tidak berputus asa, akhirnya ia menyisihkan separuh dari gajinya setiap bulan sebagai seorang polisi berpangkat Aipda yang jika ditotal hanya ada di kisaran Rp 4,3 juta.
Ia sisihkan hampir separuhnya atau sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta setiap bulan, untuk membeli berbagai keperluan rumah belajar mulai dari buku, alat tulis, dan fasilitas lainnya.
Padahal, Kundoro sendiri sebenarnya bukan seorang polisi dengan keadaan ekonomi yang serba berada. Terlebih dirinya juga memiliki tiga orang anak yang masih kecil. Namun beruntung, sang istri rupanya juga memiliki hati mulia dan berdampingan bersama Kundoro merintis rumah belajar yang dimaksud.
Jadwal pengajaran dilakukan biasanya berjalan tiga kali dalam seminggu. Sang istri, yang diketahui bernama Dini Riskawati khusus memberikan pelajaran Baca Tulis Quran (BTQ).
"Saya prinsipnya gratis di sini. Sekarang bukan (hanya) dipanggil polisi, tapi pak guru. Siapa lagi yang peduli kalau bukan kami,” cetus Kundoro.
Pembebas ketergantungan anak pencandu
Seiring berjalannya waktu, tempat belajar yang dikelola Kundoro dan istrinya pun sudah lebih layak. Mereka pindah ke sebuah rumah kosong yang meski hanya bisa digunakan pada bagian ruang tengahnya saja, tapi setidaknya memiliki pondasi yang lebih layak.
Dinding rumahnya sudah ditempel dengan sejumlah poster edukasi berupa angka untuk berhitung dan sejenisnya, terdapat pula beberapa rak yang berisi sejumlah buku baik yang dibeli sendiri atau sumbangan sejumlah pihak dan donatur. Di sisi ruangan yang lain, ada juga tempat penyimpanan perlengkapan untuk belajar yang Kundoro beli.
Satu cerita tak kalah mengagumkan lainnya adalah tentang keberhasilan Kundoro merehabilitasi sekitar 20 anak pencandu obat-obatan terlarang.
Anak-anak ini ingin sembuh, Kundoro pun memenuhi keinginan mereka. Mereka harus memperdalam ilmu agama. Selain itu, Kundoro juga melakukan upaya rehabilitasi dengan membawa mereka ke Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sultra dan BNN Kota Kendari.
Setelah 6 bulan menjalani masa rehabilitasi jalan, ke-20 anak tersebut dinyatakan sembuh dan sudah tidak bersentuhan dengan barang haram.
Masih akan terus menjalani aksi mulianya ini, Kundoro berharap dirinya kelak bisa menghadirkan program ujian seperti tempat kegiatan belajar mandiri lainnya. Selain itu, dia juga berharap agar apa yang dilakukannya dapat sampai ke telinga Presiden, agar sosok orang nomor satu di Indonesia tersebut tahu jika masih ada kegiatan seperti yang Kundoro jalankan di Kota Kendari, sehingga membuka pengembangan akses pendidikan bagi anak-anak lain yang memiliki nasib sama.